NaR9Nax9LWVcLGx7LGB6LGJ4NTcsynIkynwdxn1c
Menapak Jejak Kader Muhammadiyah dari Tegal

Menapak Jejak Kader Muhammadiyah dari Tegal

PENERBIT IRFANI - Buku Jejak Langkah Kader Muhammadiyah karya Hendra Apriyadi hadir sebagai oase inspirasi di tengah hiruk-pikuk perkembangan zaman. Buku setebal 96 halaman ini bukan sekadar kumpulan kisah biasa, melainkan cerminan nyata dari semangat perjuangan, pengabdian, dan dedikasi kader-kader Muhammadiyah dalam mengamalkan nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Ditulis dengan gaya bahasa yang sederhana dan mengalir, buku ini membawa pembaca menyelami perjalanan personal dan kolektif dalam membesarkan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Sebagai anggota Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022-2027, penulis meyakini bahwa buku ini akan menjadi lentera bagi Angkatan Muda Muhammadiyah untuk memahami esensi perjuangan kader, khususnya di Tegal. Setiap cerita dan jejak langkah yang tertuang bukan hanya narasi, melainkan refleksi nilai-nilai Islam dan Kemuhammadiyahan yang diwujudkan dalam aksi nyata.

Salah satu sorotan utama dalam buku ini adalah kisah perjuangan KH. Ahmad Suyuti, tokoh sentral dalam perkembangan Muhammadiyah di Kabupaten Tegal. Sejak tahun 1956, KH. Ahmad Suyuti, yang akrab disapa Pak Yuti, mulai menggerakkan dakwah Muhammadiyah di Tegal. Lahir di Kartasura pada 14 September 1934, ia telah mengenal Muhammadiyah sejak kecil dan aktif di Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan serta Pemuda Muhammadiyah. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia hijrah ke Slawi, Kabupaten Tegal, dan menjadi Koordinator Muhammadiyah pertama di wilayah tersebut pada tahun 1956–1971, sebelum terbentuknya Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM).

Perjuangan Pak Yuti tidaklah mudah. Ia merintis amal usaha Muhammadiyah pertama di Tegal, yaitu SD Muhammadiyah Slawi pada tahun 1935, yang kemudian mendapatkan izin operasional pada tahun 1951. Untuk mengenalkan Muhammadiyah, ia aktif mengunjungi sekolah-sekolah dan menyasar para guru agama, meskipun harus menghadapi ancaman dan teror, bahkan dari tujuh dukun yang berusaha menghalangi dakwahnya. Namun, dengan keyakinan dan pertolongan Allah, ia tetap tegar, hingga akhirnya mereka yang menzaliminya meminta maaf.

Buku ini secara apik menggambarkan sosok KH. Ahmad Suyuti sebagai bapak, guru, dan sahabat bagi anak-anaknya. Pesan-pesan moralnya, seperti tidak membalas kejahatan dengan kejahatan dan pasrah kepada Allah, serta prinsip "Nrimo Ing Pandum" (menerima segala ketetapan Allah dengan lapang dada tetapi tetap berusaha), menjadi landasan hidupnya. Totalitasnya dalam berjuang untuk Muhammadiyah terlihat dari separuh hidupnya yang didedikasikan untuk organisasi ini, termasuk mengupayakan berdirinya TK, SD, SMP, hingga panti asuhan Muhammadiyah di Slawi.

Penulis, Hendra Apriyadi, juga menceritakan perjalanan pribadinya sebagai kader Muhammadiyah yang dimulai sejak aktif di Pimpinan Ranting Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) dan Pemuda Muhammadiyah Jembayat pada periode 2005–2010. Lingkungan keluarga dan masyarakat Muhammadiyah membentuk karakternya, terutama melalui pengajian rutin dan diskusi Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Pengalaman ini menjadi bekal berharga saat ia mengemban amanah sebagai Wakil Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Tegal dan Wakil Ketua Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik di Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah.

Buku ini juga menyoroti peran penting Muhammadiyah dalam memajukan pendidikan. Dengan 6.547 satuan pendidikan Muhammadiyah dan 21.521 satuan pendidikan Aisyiyah, serta 172 perguruan tinggi, Muhammadiyah telah berkontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa. Pendekatan pendidikan Muhammadiyah yang berbasis nilai-nilai Islam, inklusif, dan memprioritaskan pendidikan karakter, menjadi ciri khas yang membedakannya.

Hendra Apriyadi juga berbagi pengalamannya dalam pendirian STIKes Muhammadiyah Tegal. Proses panjang dan penuh tantangan selama kurang lebih tiga tahun ini, yang melibatkan banyak pihak dan membutuhkan totalitas serta keikhlasan, akhirnya membuahkan hasil dengan diterbitkannya Surat Keputusan Kemenristekdikti pada 1 Oktober 2018. Pengalaman ini menjadi bukti nyata prinsip "bekerja ikhlas, cerdas, dan tuntas" yang selalu ditanamkan orang tuanya.

Tidak hanya itu, buku ini mengulas bagaimana peran media sebagai aktualisasi gerakan dakwah berkemajuan di era digital. Penulis sendiri adalah pegiat literasi dan jurnalis yang konsisten menyuarakan dakwah melalui tulisan di Majalah Suara Muhammadiyah, Radar Tegal, dan Suara Aisyiyah. Konsistensinya dalam menulis mengantarkannya meraih penghargaan sebagai kontributor SM Terbaik tahun 2020 dan pemuda kategori Konsistensi Penggerak Dakwah melalui Jurnalistik Muhammadiyah tingkat nasional pada tahun 2016.

Jejak Langkah Kader Muhammadiyah adalah sebuah karya yang relevan tidak hanya bagi kader Muhammadiyah, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin memahami pentingnya dedikasi, keikhlasan, dan keteguhan dalam berjuang untuk kemajuan umat dan bangsa. Buku ini mengingatkan kita akan pelajaran berharga bahwa "orang yang cerdas adalah mereka yang ingat mati," yang berarti setiap tindakan harus dipertanggungjawabkan dan diniatkan dengan keikhlasan. Dengan membaca buku ini, kita diajak untuk terus belajar dan berkontribusi, sebagaimana semangat dakwah Muhammadiyah yang tidak lekang oleh waktu.



Komentar

Iklan

Formulir Pemesanan via Whatsapp